
Kay tidak berencana menjadi pelatih hebat. Ia juga tidak berencana menjadi orang Kristen yang vokal. Fakta bahwa ia telah menggunakan karir dan imannya dalam perjuangannya melawan kanker telah memberikan kekuatan kepada banyak orang, yang tak terbilang jumlahnya, untuk terus berjuang selama masa paling sulit dalam hidup mereka. Dalam dunia olahraga, ia terbukti menjadi pemenang terhebat.
Pada 20 Maret 2007, jam sedang menghitung mundur di turnamen penting NCAA antara Baylor University dan North Carolina State. Ketika dua tim yang kelelahan tersebut berjuang mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan laga mereka di turnamen perempuan, setiap detik menjadi semakin penting. Pada menit terakhir pertandingan, saat melihat timnya berjuang untuk bertahan, pelatih North Carolina State, Kay Yow, terus menerus berdoa. Ia merasa, jika mereka bisa mendapatkan perpanjangan waktu, para pemain Wolfpack-nya akan mendapatkan cara untuk memastikan kemenangan. Beranjak pelan-pelan dari tempat duduknya, perempuan berumur 65 tahun ini melambaikan tangannya dan menunjukkan titik lemah di pertahanan Baylor. Ketika Yow mengarahkan timnya, mata ribuan penonton yang ada di sana, ditambah dengan para pemirsa televisi nasional, seharusnya tertuju pada pertandingan. Namun, dalam peristiwa mendebarkan di final pertandingan penting ini, mata para penonton tidak pernah beranjak dari pelatih itu.
Hampir semua orang, yang menonton pertandingan pada sore hari di akhir musim dingin tersebut, tau bahwa Kay Yow semestinya tidak lagi melatih. Faktanya, ia seharusnya tidak memiliki cukup energi bahkan untuk berdiri, apalagi berjalan sepanjang garis pinggir lapangan. Ia sakit, bahkan mungkin sekarat, dan hanya sedikit orang dengan kondisi serupa yang mampu mengangkat tubuh mereka dari tempat tidur. Sekalipun begitu, ia ada di sana, mengenakan seragam dan melakukan pekerjaannya. Bagaimana ia melakukannya? Itu adalah pertanyaan yang telah diajukan kepadanya berkali-kali dalam beberapa minggu terakhir. Yow dengan sabar menerangkan bahwa imanlah yang mendorongnya, hanya iman. Allahlah yang memberinya kekuatan. Ia hanya melakukan tugasnya, menjawab panggilannya, dan berusaha memberikan pengaruh Kristen pada anak-anak yang ia latih. Meski banyak orang mengira penyakit yang menggerogoti tubuhnya akan membunuhnya, ia melihat penyakit itu sebagai salah satu kesempatan terbesar yang pernah diberikan kepadanya. Ini adalah kesempatan untuk menunjukkan pada dunia apa yang dapat dilakukan oleh perempuan beriman!
Di belakang bangku, perawat menyaksikan setiap geraknya. Dokter yang duduk dalam kerumunan juga berusaha terus mengawasi Yow. Kanker payudara, yang telah dua kali menyerangnya, kembali menyerang pada musim gugur itu. Kali ini, serangan itu merusak beberapa anggota tubuh yang lain. Kini, pelatih yang pernah bergerak seanggun dan secepat rusa itu berjuang untuk mengangkat lengannya. Ia memerlukan waktu hampir satu jam untuk makan semangkok kecil oatmeal pagi itu. Rasa sakit adalah teman setianya, dan kekuatan adalah sekutu yang telah lama dilupakan. Seperti dalam pertandingan di mana ia menjadi pelatihnya, jamnya sendiri sedang berjalan. Ia telah memenangkan lebih dari 700 pertandingan sengit di lantai papan, tetapi mungkin masih ada sedikit peluang untuk menambah nilai totalnya. Meski demikian, ia tersenyum dan bahkan menerima momen menyakitkan ini sebagai berkat. Sementara orang lain menyesalkan hal buruk yang ia alami. Yow justru berulang-ulang menyatakan betapa hidup itu indah.
Empat puluh tiga tahun sebelum malam itu, ketika Kay berjalan menuju East Carolina University, ia adalah orang pertama dalam keluarganya yang meraih gelar diploma. Tidak seperti orangtuanya yang hidup di pabrik tekstil Carolina Utara, Kay memasuki dunia yang penuh dengan peluang. Perempuan langsing berumur 23 tahun dan berambut gelap itu memilih mengajar sebagai cara positif untuk memberikan pengaruh pada hidup orang lain. Dengan ijazah di tangan, hal pertama yang harus ia lakukan adalah mendapatkan kelas. Ia yakin, dengan mempelajari kata-kata Mark Twain dan Elizabeth Browning, ia akan menyentuh hidup orang muda.
Doyle Early telah menjadi pendidik selama tiga dekade ketika lamaran Kay sampai di meja kerjanya. Kepala sekolah Alien Jay High School, yang mengepalai 400 murid, jarang merasa antusias dengan profil lulusan baru perguruan tinggi. Namun, profil perempuan muda ini membuat ia terhenyak di meja kerjanya dan berlari sepanjang aula. Sambil berlari menuju kantor pengawas, ia berteriak, ”Inilah orang yang kita cari! Perempuan muda ini akan mengubah Alien Jay High untuk selamanya!” Akan tetapi, antusias Early disambut dengan skeptis sampai kepala sekolah itu menjelaskan alasan lamaran Yow sangat berarti bagi sekolah itu. Alien Jay sangat mendambakan pemenang, dan pada diri Kay, kedua laki-laki ini melihat kesempatan untuk mendapatkannya.
Kurang dari satu minggu….bersambung…