 Kita sudah sering mendengar para hamba Tuhan menubuatkan tentang akan datangnya “terobosan ekonomi di akhir zaman”, tentang “pengalihan kekayaan bangsa-bangsa” (Hagai 2 : 7 – 9; Yesaya 60 : 5). Kita harus percaya hal itu dan mengaminkannya, jika kita ingin mengalaminya.
Kita sudah sering mendengar para hamba Tuhan menubuatkan tentang akan datangnya “terobosan ekonomi di akhir zaman”, tentang “pengalihan kekayaan bangsa-bangsa” (Hagai 2 : 7 – 9; Yesaya 60 : 5). Kita harus percaya hal itu dan mengaminkannya, jika kita ingin mengalaminya.
Kita juga mengetahui panggilan kita sebagai anak-anak Tuhan, keturunan Abraham yang berhak menerima janji-janji Allah (Galatia 3 : 29), yaitu untuk “diberkati dan menjadi berkat” (Kejadian 12 : 2). Kita juga harus percaya akan hal ini dan mengaminkannya, supaya kita mendapat bagian dalam perjanjian itu.
Pertanyaannya, bagaimana cara Tuhan menggenapi janji-janji tersebut melalui kehidupan anak-anak-Nya? Apakah Allah harus memberkati kita terlebih dahulu, barulah kita dapat menjadi berkat, atau bagaimana? Ini seperti teka-teki “telur dan ayam” yang mana yang terlebih dahulu?.
Memang, jika melihat ayat Kejadian 12:2, maka urutannya adalah, kita diberkati dahulu, barulah setelah itu kita dapat menjadi berkat. Itu memang logika berpikir yang umum dan biasa. Tetapi Allah kita itu luar biasa! Ia tidak terikat kepada cara atau logika berpikir manusia. Allah bahkan sering menempuh jalan paradoks, yaitu kebalikan dari cara berpikir manusia pada umumnya.
Kita dapat menemukan beberapa contoh peristiwa dalam Alkitab di mana Allah menggunakan cara yang kebalikan dari logika berpikir manusia. Untuk mengalami keberkatan, Allah justru menyuruh kita untuk terlebih dahulu menjadi berkat bagi orang lain. Bagaimana hal ini mungkin terjadi? Itulah yang disebut mujizat. Itulah yang disebut campur tangan Allah yang ajaib. Itulah yang disebut perkara yang luar biasa. Itulah cara Allah.
Lihat saja kisah nabi Elia dan janda miskin di Sarfat (1 Raja-raja 17 : 11 – 14). Ada seorang janda yang sangat miskin. Ia juga memiliki seorang anak yang harus diberinya makan di tengah musim kering yang sangat parah. Yang mereka punyai pada saat itu hanyalah tinggal “tepung segenggam dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli.” Mereka sungguh-sungguh miskin, sebab tepung dan minyak itu hanya dapat dipakai untuk membuat makanan yang hanya cukup untuk dimakan oleh si janda dan anaknya sekali makan saja, dan sesudah itu mereka hanya menunggu mati kelaparan. Tapi sekarang dalam keadaan yang miskin, sengsara dan tidak ada harapan seperti itu, atau sering kita menyebut keadaan itu “tidak diberkati,” Tuhan justru mengutus seorang hamba-Nya untuk meminta makan kepadanya. Ini tidak masuk akal! Bagaimana orang yang miskin dapat menjadi berkat bagi orang lain. Tetapi inilah cara Tuhan yang di luar logika berpikir manusia untuk memberkati si janda itu dan anaknya supaya mereka dapat melewati masa kekeringan dan kelaparan. Si janda itu disuruh untuk memberkati orang lain dahulu, dalam hal ini adalah nabi Elia, sebelum Tuhan memberkatinya. Untungnya si janda itu tidak bersikeras dengan logika berpikir manusia pada umumnya. Ia taat saja kepada apa yang diperintahkan Tuhan melalui hamba-Nya nabi Elia, dan setelah itu kita mengetahui bagaimana Tuhan memelihara si janda dan anaknya itu untuk melewati masa kekeringan dan kelaparan itu.
Prinsip memberkati atau berbuat kepada orang lain terlebih dahulu sebelum kita diberkati ternyata berlaku pula untuk hal lainnya, seperti yang Tuhan Yesus ajarkan:
Matius 7:12, “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka (terlebih dahulu). Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi”. Demikian juga dalam hal memberi:
Lukas 6:38, “Berilah (dahulu) dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.”
Prinsip memberi terlebih dahulu adalah prinsip ekonomi Allah agar kita mengalami terobosan ekonomi dan keluar dari lingkaran setan kemiskinan.
Banyak orang menunggu diberkati terlebih dahulu, barulah mereka berpikir dan berniat untuk memberkati. Tetapi janji ini seringkali juga tidak ditepati, karena banyak orang yang sudah diberkati tetapi mereka tetap enggan untuk memberkati. Kalaupun mereka memberi, mereka memberi ala kadarnya saja. Tetapi jika kita ingin melihat mujizat Allah dalam bidang ekonomi atau mengalami terobosan Allah, kita harus berani melakukan tindakan iman untuk memberkati orang lain terlebih dahulu dengan cara apa pun yang kita bisa, bukan hanya dengan uang atau harta kita. Dan ini kita lakukan meskipun keadaan kita pada waktu itu belum baik, belum berhasil, “belum diberkati” atau malah sedang mengalami masalah.
KESAKSIAN
Ketika saya dan Pak Simon berkunjung ke sekolah asrama milik Yayasan Bukit Pengharapan di Balai Karangan, Kalimantan Barat, kami melihat Allah sedang berkarya dengan luar biasa di sana. Kami ingin ikut serta dalam pekerjaan Allah di sana dan menjadi bagian dari rencana dan pekerjaan Allah di sana. Malam itu kami bersepakat untuk “menabur benih” di tempat itu dengan memberikan semua uang perjalanan yang kami bawa dan menyisakan sedikit saja untuk membayar taksi pulang dari perbatasan Entikong ke bandara Kuching.
Setelah Pak Sam dan Ibu Carol berkenan menerima “taburan benih” kami, kami lalu meminta mereka untuk berdoa bagi kami dan mengimpartasikan hati misi mereka, semangat dan beban mereka kepada kami. Saat didoakan saya merasakan ada sesuatu yang basah mengalir dari kepala ke leher saya. Tadinya saya pikir itu air mata ibu Carol. Tetapi ketika selesai berdoa saya mengusap leher saya ternyata kering. Saya rasa Roh Kudus mengurapi kami pada waktu itu.
Malamnya, saya tidak dapat tidur nyenyak sebab saya seperti bermimpi dan melihat sesuatu secara berulang-ulang. Saya melihat sebuah kran besi (gate valve) yang besar dengan ukuran diameter kira-kira 50 cm, dengan kedua ujungnya terbuka (belum tersambung dengan pipa). Pegangan kran itu seperti stir mobil dari besi yang besar dan sangat kokoh. Kran itu tergeletak di lantai dan belum disambungkan ke mana-mana. Saya bertanya kepada Tuhan: “Mengapa itu tidak disambungkan ke pipa?” Jawab-Nya: “Karena sedang dipersiapkan dahulu. Kotoran yang telah menjadi kerak di dalamnya sedang dibersihkan dan sekrup pada pegangan krannya sedang dikencangkan.” Setelah itu kran itu disambungkan tetapi bukan ke pipa in-let yaitu yang menerima aliran air dari sumber terlebih dahulu, tetapi ke pipa out-let, yaitu yang menyalurkan aliran air untuk digunakan. Saya bertanya mengapa tidak disambungkan dahulu ke pipa in-let atau ke sumber airnya? Jawab Tuhan: “Sebab jika disambungkan dahulu ke sumber airnya, tekanan airnya terlalu besar untuk ditahan. Dan jika untuk mengurangi tekanan kran itu dibuka, maka airnya akan terbuang ke mana-mana dengan percuma.” Jadi Tuhan menyambungkan kran itu ke saluran pemakainya terlebih dahulu, yaitu saluran keluaran (out-let) yang ukurannya sesuai dengan ukuran kran tersebut. Setelah tersambung barulah Tuhan menyambungkannya dengan sumber airnya dan membuka kran tersebut sehingga air mengalir dengan deras dari sumber air ke pipa penggunanya.
Penglihatan itu diulangi tiga kali dan saya melakukan tanya jawab seperti di atas tiga kali pula. Setelah itu, menjelang pagi barulah saya dapat tidur nyenyak. Setelah bangun, saya berdoa kepada Tuhan dan merenungkan apa yang Tuhan semalam ajarkan kepada saya. Paginya saya menceritakan hal ini kepada pak Simon.
Kami mengerti, selama ini kami diproses dan dipersiapkan Tuhan. Kami dibersihkan agar memiliki motivasi yang tulus dan kerendahan hati. Batin kami diperkuat supaya tahan menghadapi pencobaan ketika berkat berlimpah itu dialirkan melalui kehidupan kami. Kami menyadari, bahwa keberkatan itu juga adalah suatu pencobaan. Setelah itu kami tidak segera dihubungkan ke sumber kekayaan, tetapi terlebih dahulu dihubungkan dengan kehendak dan rencana Allah, proyeknya Allah, yang sesuai dengan kapasitas dan kasih karunia yang kami peroleh dari Tuhan. Setelah kami menemukan atau terhubung dengan proyek Kerajaan Allah yang diperuntukkan bagi kami, barulah Allah akan menyambungkan kami kepada saluran kekayaan bangsa-bangsa dan mengalirkan kekayaan bangsa-bangsa itu kepada kami untuk disalurkan kembali kepada proyeknya Allah. Kami adalah krannya Allah. Melalui kami, Allah mau menyalurkan berkat-Nya yang berlimpah. Kami harus ditempatkan pada posisi yang tepat dahulu, yaitu menjadi berkat dan terhubung dengan proyeknya Allah, barulah Allah akan menghubungkan kami kepada kekayaan bangsa-bangsa. Kami ditempatkan Allah pada posisi strategis, di mana aliran kekayaan bangsa-bangsa akan dialirkan ke dalam Kerajaan-Nya.
Kami mengerti sekarang bagaimana Allah menggenapi kehendak-Nya dan janji-janji-Nya untuk membuat kami diberkati dan menjadi berkat, yaitu dengan menjadi berkat terlebih dahulu, sehingga Allah akan segera memberkati kami dengan kelimpahan-Nya. Moto kami sekarang adalah: Menjadi kaya untuk Tuhan dan untuk rencana-Nya!
Tuhan Yesus Memberkati
Oleh: Ir. David Kurniadi
 GBI Pasir Koja 39 Bandung
GBI Pasir Koja 39 Bandung 
				