
Sekolah bukan satu-satunya tempat di mana harga diri sendiri diturunkan; kehidupan di rumah dapat sama menghancurkan harga diri kita. Keluarga kita seringkali ikut menjadi penyebab utama, sehingga kita mempunyai perasaan diri tidak berharga.
Seorang ibu yang sering mengatakan kepada puterinya, bahwa ia anak yang canggung, dapat menyebabkan anak itu kelak benar- benar menjadi canggung. Atau, orangtua yang membiarkan anak-anaknya saling melontarkan kritikan yang pedas dan mematahkan semangat, akan memengaruhi kepribadian anak-anak itu sendiri. (Kita perlu mengajar, bukan hanya diri kita sendiri, tetapi juga anak-anak kita, agar saling membangun.)
Kadang-kadang orangtua memperlakukan bayi mereka di rumah sama seperti apa yang kita lakukan di tempat parkir itu. Mereka berpaling ke arah lain dan tidak mau mempedulikan bayi itu. Bila kelak, pada akhirnya, anak itu memberontak dan melawan dengan hebat, orang tuanya mengatakan, “Saya tidak tahu bagaimana hal itu dapat terjadi. Saya mengasihi dia dan saya telah berusaha sebaik-baiknya.’- Mereka merasa bahwa karena mereka tidak pernah mengeritik atau memberi komentar secara terus terang kepada anak itu, anak itu tidak tahu perasaan mereka yang sebenarnya. Tetapi dengan tidak berkata apa-apa kedua orangtua itu justru dengan keras menyatakan celaan, kekecewaan, atau perasaan tidak senang mereka terhadap anak itu, dan anak itu mengetahuinya. Sungguh, ia tahu benar!
Saya bertemu dengan banyak wanita dewasa yang menghadapi kesulitan oleh karena tindakan atau kata-kata orang tua mereka.
Seorang wanita yang belum lama menikah menceritakan dengan sedih pengalamannya pada hari Natal ketika ia berumur dua belas tahun. Pada waktu itu ibunya mengambil pekerjaan sambilan agar dapat membeli hadiah-hadiah. Sekarang, 20 tahun telah berlalu, ibunya masih mengerjakan pekerjaan sambilan itu. “Memang kami mendapat banyak hadiah yang bagus-bagus,” wanita itu melanjutkan, “tetapi sementara itu kakak saya telah terjerumus ke dalam dunia obat bius dan sekarang entah berada di mana.”
Ada seorang wanita yang tidak ingat lagi apakah ibunya pernah memeluk dia, atau mencium dia, atau menyatakan kasih sayang kepadanya.
Seorang ibu dengan empat orang anak masih ingat bahwa ibunya sering berkata kepadanya, “Apa pun yang kamu lakukan tidak ada yang benar!” Kemudian ia menambahkan, bahwa pasti ibunya benar, ternyata ia tidak ada persesuaian dengan keempat anaknya.
Seorang wanita lain merasa sukar bergaul dengan kaum pria, karena menurut dia, mereka sama seperti ayahnya yang selalu membentak-bentak dia untuk meminta sesuatu.
Ada seorang wanita lain yang ingat bahwa ibunya yang kurang bijaksana selalu memperkenalkan dia begini, “Ini Jane, si berandal berambut merah.”
Saya tidak dapat atau tidak mampu menilai kerugian yang telah diakibatkannya pada wanita-wanita itu. Saya tidak siap untuk memberi komentar terhadap sikap orang tua yang acuh tak acuh terhadap anaknya itu, yang akan membebani anak itu dengan segala macam beban yang menyakitkan hatinya, tetapi saya percaya, bahwa sebagai seorang ibu dan orangtua, saya dihadapkan kepada Allah dan harus memberikan pertanggungjawaban atas semua tugas yang tidak saya lakukan dengan baik.
Sementara kita menjadi dewasa, kita masih tetap membawa perasaan yang menyakitkan dari masa lampau itu di dalam diri kita. Kita mengalami masa senang dan sedih, tetapi sebagian dari kita lebih sering merasa sedih, lama sekali. Kita sering merasa heran, mengapa sampai demikian.
Bersambung…